Sabtu, 08 April 2017

Minoritas pemikiran

Aku terpaksa menjaga ekspresi wajahku agar tetap terlihat seperti biasa. Tertawa ketika banyak yang tertawa, diam ketika semua diam. Hal seperti ini lah yang membuatku seperti harus untuk mengikuti setiap "Kondisi, situasi namun tanpa toleransi".

Aku adalah minoritas. Aku menganggap diriku seperti itu meskipun fakta yang ada aku berada di tengah tengah(Mayoritas). Tapi biarlah, yang akan aku permasalahkan ketika pendapat dan pemikiran dilecehkan. Okelah, aku bisa memaklumi apa yang membuat kalian tak mempedulikan pemikirian orang lain yang berbeda dari kebanyakan, atau dengan kata lain "Aneh".

Ayolah saya bermohon sebesar-besarnya agar dapat tidak merendahkan orang minoritas. Menjadi seperti ini adalah pilihan hidupku, tanpa ada pihak manapun yang berkaitan di dalamnya.

Ketika aku mencoba membuat diriku nyaman, aku malah di katakan "baper"  lalu sebenarnya apa yang akan aku lakukan??

Ketika aku mencoba membela diri dengan mengatakan aku tidak "Baper" atau semacamnya, yang entalah apa sebab sehingga aku menjadi semakin ditekan.

Diam,  salah. Bicara, salah. Lalu? Di mana kebebasanku? Aku sih sebenarnya bisa saja untuk bertindak semauku, namun tentu sajalah aku tahu itu akan semakin memperburuk keadaan. Satu-satunya yang bisa aku lakukan ialah bersabar. Bersabar dengan keadaan yang menekan.

"Aku ini siapa?"  Ia saya paham aku adalah bukan siapa-siapa.

Sabtu, 28 Januari 2017

Bie & ma

:Padamu kutuliskan

Sepi adalah teman abadi tempat bermukimnya setiap nurani menenangkan diri, merapal doa. Waktu adalah cerita saat kita menulisinya dengan rela, hinggap di pelangi atau karam pada masinnya lautan.

Menjadi sebatas kenangan atau dilupakan meski dengan kepura-puraan

Tak ada gerimis yang tak mampu di tapis, mungkin menyisakan kecewa. Tapi rasa itu memang semestinya slalu ada, memberi arti bahwa kita hanyalah manusia biasa tak abadi pun sempurna hanya bisa berusaha.

Seperti katamu dulu, Nda. bahwa kasih sayang itu tak mesti bersekutu dengan pelukan yang hangat apalagi bergandeng tangan atau serupa dedaunan yang pada sebuah musim ia rela berguguran dari dahan, tanpa dendam. Dan kita mesti belajar dari semua itu, "merelakan".

Demi sebuah kebahagiaan untuknya.

Pulanglah. Dan jangan pernah kembali padanya yang bernama mimpi, seperti dulu saat engkau menepis rindu. Sebab kau tahu! setega-teganya seorang kakak, takkan rela melihat adiknya memeluk senak itu sendirian.

Pulanglah, Ma. Sebab sepi adalah teman abadi.
...

Bie & ma

"Judulnya" aku sayang "Temanku"

Aku Sayang "Temanku"

Oleh: Makhluk Abstrak
Pukul, 00:26 WIB

Aku sayang pada setiap kucing. Ada kucing yang tidurnya selalu di depan kamarku, dia sedang tidur sekarang dan dia aku jadikan teman. Ketika dia kelaparan, maka aku pasti akan tahu. Begitupun sebaliknya ketika ia kenyang. Aku bahkan sengaja membelikannya ikan di warteg, yang harganya Rp.10.000-, 3 yang aku berikan padanya selama dua hari satu malam.

Tentu saja, aku yakin, temanku itu(Kucing) juga sayang padaku. Namun terkadang, aku butuh kucing lain untuk membuatku lebih bangga berteman dengan kucingku yang satu ini. Namun juga, aku sangat menyesal karma kurang mengawasinya. Sehingga, entah siapa manusia yang tega menyakitinya. Aku seakan ikut sakit setelah mengetahui itu. Sekarang aku akan lebih mengawasinya, dan memberi tahu semua orang di sekitar, bahwa, kucing ini adalah temanku. Saya mohon jangan sakiti dia, atau aku akan berikan kau pelajaran agar tak menyakiti lagi temanku yang satu ini(Kucing)

Aku selalu dibuat senang oleh temanku si kucing ini. Setiap pagi aku keluar kamar, maka ia lah yang pertama menyambutku. Menyampaikan salamku pada mentari pagi yang hangat. Aku juga mulai lega, lukanya semakin hari, semakin membaik. Aku sangat senang. Aku ingin ia sembuh dan kembali seperti dulu. Ia pun tetap menjadi temanku.

Bahkan, ketika temanku(manusia) berkunjung ke tempatku, aku sengaja mengajak kucing mengobrol denganku. Sehingga, temanku merasa risih padaku, dan tak akan menyentuh kucingku. Karma itu akan mengancamnya. Jika itu terjadi, tentu saja siapapun itu, akan aku beri dia pelajaran. Setidaknya saja "jitak" dia. Kemudian bilang, "jangan lagi kau sakiti kucingku ini, dia juga adalah teman baikku sama sepertimu"

Aku pun tak segan-segan menggunakan kata ganti "Dia" untuk orang ketiga pada kucingku ini. Meskipun, sebenarnya kata ganti "Dia" di peruntukkan untuk orang(manusia). Karna aku tahu bahwa dia kucingku adalah teman baikku, dan penjelasanku tentangnya, menjadi bukti bahwa aku adalah teman kucingku. Aku sangat menyanginya.

Sekali lagi. Jika masih ada manusia yang berani menyakiti temanku, maka aku akan berani pula untuk membela, dan membalasnya. Dalam hal ini, aku berikan pelajaran atau nasihat.

Terserah kalian mau bicara apa tentangku dan temanku si kucing. Karna kisahku dengannya akan masih berlanjut.

Aku ulangi lagi, aku tak pedulia kalian mau bilang apa soal kisahku dengan temanku yang satu ini. Karna, aku tau, aku menyayanginya.

Selasa, 03 Januari 2017

23 Januari 17 by : "Yi"

untuk adikku yang mencintai tulisan

:makhluk abstrak

Puisi itu sejatinya tak bisa berbohong,
Pun jangan pernah di buat untuk bermain-main. Sebab, ia bermukim pada sunyi dengan hujan berteman kertas pena. Seperti halnya saat diri terjaga pada sepertiga malam yang tersisa.

Dan kata-kata itu adalah api. Namun kau bisa menggenggamnya tanpa perlu melepuhkan jemari, atau membelah mimpi hingga ia meleleh seperti airmata terseduh dari retas kecemasan yang sejauh ini telah begitu banyak tertulis.

Entah ia pada punggung-punggung hujan, atau sebuah pagi dari musim tertentu Saat embun lengah menitipkan rindu.

Sama halnya sebuah jarak yang diyakini lebih jauh dari kematian. Seperti menangisi waktu dan mempercayai bahwa sepi adalah "kekasih abadi" untuk para pemuisi. Seperti itu cara ia menggambarkan hujan dan ingatan-ingatan menjadi bentuk ketika ia mampu kau sentuh dengan rasa. Melahirkan kesederhanaan, entah berupa tawa atau duka. Sewajarnya kehidupan.

Sebuah cara mudah untuk memukimkan kecintaan menulis ialah persis ketika matamu sedang melukis Langit. Ada kalanya akan kau temukan kemudahan, juga kerumitan dalam mewarnainya. Jangan cemas, sebab memang seperti itu layaknya sebuah keinginan. Tidak senantiasa mampu ditaklukkan dengan mudah. Kali perjuangan akan menjadi takaran seberapa mampu kau gandeng angin untuk mengabadikan kecerahan seperti maumu.

"Yi"

Jumat, 07 Oktober 2016

Tentang kamu & sekeping rindu

Tentang kamu & sekeping rindu

Oleh : Belek-Berry

saat senja tlah tenggelam
adzan pun tlah habis berkumandang
aku slalu menatap fotomu
bersama doa, kopi juga rindu

bukan tak mau, namun rasa itu terlalu sungkan untuk selalu menyapamu
hhmm...apalah diriku!
kau, perempuan cantik berhijab
bukan sekedar berkerudung atau berjilbab

kau, laksana bidadari surga itulah dirimu..
Termenung cukup lama sambil menatap fotomu dan seringnya rasa itu berujar
dgn sendirinya; "bahwa aku, merindu"
 dan untuk sekali waktu,

Aku ingin egois
Aku ingin melupakan tentang asal-usulku,
Masalalu,
Siapa aku,dan apa takdirku..
untuk mengakui bahwa aku...
ini tentang kamu dan sekeping rindu kutitipkan padamu

Mahasiswa, Warga, dan Polisi

Oleh : Makhluk Abstrak

MAHASISWA, WARGA, DAN POLISI
“Hei, hei... kau sudah baca berita kampus hari ini?” Rangga dengan wajah yang terlihat sedikit terkejut, bertanya kepada ilyas.
“belum, Ada berita heboh?”
“ini, coba kau baca!” Rangga memberikan sebuah buletin kampus kepada ilyas.
Ilyas yang begitu penasaran, langsung membaca berita yang Rangga maksudkan. “seorang mahasiswa semester 7 tewas  karena cedera serius di bagian kepala akibat terkena lemparan batu oleh warga saat demo yang digelar para mahasasiwa tidak kondusif dan tidak terkontrol lagi. Sebelumnya demo yang digelar di depan kampus, berjalan aman dan terkendali. Dengan membakar ban di tengah jalan dan menutup sebagian badan jalan. Mereka menuntut agar pemerintah dapat lebih tegas lagi dalam memberantas koruptor. Situasi yang kondusif dan terkendali berlangsung sekitar 2 jam, dan selama 2 jam pula, sebagian badan jalan yang ditutup, lumpuh total. Hingga akhirnya polisi datang mencoba untuk berkompromi dengan para mahasiswa agar kiranya dapat bubar, karena melihat kemacetan yang sudah sangat panjang. Tetapi para mahasiswa aktivis itu menolak. Pihak kepolisian tetap mencoba untuk bicara secara dewasa dengan pihak mahasiswa, agar tidak terjadi hal-hal yang tak diinginkan. Namun  tetap saja para mahasiswa itu menolak untuk dibubarkan. Pada akhirnya pihak kepolisian memutuskan untuk membubarkan secara paksa. Pasukan kepolisian yang berseragam dan bersenjata lengkap mulai melemparkan gas air mata ke arah para mahasiswa yang berkerumun di jalan. Sontak, meraka langsung berhamburan. Bukannya bubar, mereka mencoba melawan pihak kepolisian dengan melempar batu. Namun itu bukanlah masalah bagi pihak kepolisian yang menggunakan tameng khusus. Masalah baru pun muncul. Para mahasiswa yang melempar batu, tidak hanya mengenai pihak kepolisian, batu-batu itu juga mengenai warga sipil. Tak terima, warga pun membalas melempar, dan terjadilah peperangan antara mahasiswa dengan kepolisian dan warga.” Ilyas yang telah selesai membaca berita, ekspresi wajahnya langsung berubah.
“Bagaimana pendapatmu tentang peristiwa itu, Ilyas?”
“Kalau menurutku, para mahasiswa yang terlibat dalam peristiwa kemarin itu, masih bersifat kekanak-kanakan. Mereka melakukan aksi, mengatasnamakan rakyat, Membela kedaulatan rakyat, Membela hak rakyat. Setalah membaca berita tadi, aku berpikir mereka para mahasiswa yang menyebut diri mereka aktivis, malah mengorbankan hak-hak rakyat dan mengorbankan kedamaian hanya untuk memenuhi kebutuhan ego mereka. Aku pun yakin, ketika meraka para mahasiswa yang berjuang melawan koruptor dalam pemerintahan, saat tiba waktu ujian akhir semester kebanyakan dari mereka menjelma menjadi koruptor dalam kelas. Mereka menghalalkan segala cara agar mendapatkan nilai yang memuaskan. Termasuk dengan menyontek! Namun, mereka tak menyadari itu. Mungkin menurut mereka istilah koruptor hanya ada dalam badan pemerintahan, dan yang dapat dikatakan korupsi, hanya dengan uang saja. Yahh, tentu saja mereka tak menyadari bahwa mereka juga koruptor. Mereka masih “anak-anak” kok. mana bisa mereka memahami hal seperti itu. Aku pribadi tak heran dengan hal itu. Kebanyakan dari mereka para mahasiswa, hanya memikirkan nilai! Mereka masuk kelas, ikut Mid, dan kemudian ikut ujian akhkir semester. Yah, hanya itu. Meraka sama sekali tak memahami apa yang telah mereka terima. Mungkin mereka belajar, namun setelah ujian, semua yang telah mereka pelajari  dilupakan. Jika kebanyakan dari mahasiswa tetap seperti itu, maka, mungkin mereka akan menjadi generasi koruptor masa depan, dengan akhlak yang bobrok.” Ilyas yang cukup memahami berita yang ia baca, langsung menjelaskan pemikirannya kepada Rangga.
“Lalu, soal mahasiswa yang menjadi korban?” Rangga kembali bertanya.
“tentu saja ia telah mati konyol! Mereka berjuang untuk rakyat(katanya), malah dibunuh oleh rakyat. Di tambah lagi, orang tuanya pasti sangat terpukul akibat kepergiannya.” Ilyas juga memahami situasi seperti itu.

***

mereka pun mengakhiri obrolan hangatnya, dan bangkit dari duduk mereka, lantas berjalan di bawah teriknya matahari, di tengah hiruk-pikuknya mahasiswa.
“Hei, Rangga. Sepertinya kita terlambat” Ilyas mulai berlari-lari kecil menuju kelasnya
“Hari ini kita ujian” Rangga yang begitu tenang mencoba membuat Ilyas termakan kata-katanya sendiri.
Meraka pun tiba di depan kelas, dan betul yang dikatakan Ilyas, mereka benar-benar terlambat.
“Assalamualaikum” Rangga berdiri di pintu masuk kelas, dan membuat seluruh kepala yang tertunduk di ruangan itu, memperhatikan Rangga.
“Wa’alaikum salam. Kenapa kalian terlambat?” Salah satu pengawas ujian menjawab salam Rangga, dan bertaya dengan nada yang cukup tinggi.
“Eee... anu, bu’. Tadi macet di jalan. Karna ada aksi. Hari ini kan “HARI ANTI KORUPSI” Rangga sempat kebingungan menjawab pertanyaan beberapa saat.
“Masuk lah, cepat.” Pengawas ujian itu memerintahkan mereka berdua masuk, sambil menyodorkan kertas ujian dan lembar jawaban.
Hari Anti Korupsi benar-benar telah menyelamatkan mereka.
Kemudian mereka mulai duduk dan mengerjakan soal. Ruang kelas sungguh hening. Tak ada suara apapun. Semua sibuk mengerjakan soal mereka. Sedangkan pengawas sibuk mengobrol.
Ruangan mungkin hening dan tak terdengar suara apapun, tapi ketika dilihat, banyak kepala yang menoleh kiri-kanan dan menengok belakang. Mahasiswa yang lainnya sibuk berkoar-koar di depan sana menyuarakan anti korupsi, sedangkan mereka sibuk korupsi(menyontek) di kelas
Rangga memperhatikan sekelilingnya, dari tempat yang paling belakang. Ia mendapati banyak teman-temannya menjelma menjadi “Siluman tikus”.
Rangga hanya dapat kecewa melihatnya.

DIALOG LOGIKA CINTA


DIALOG LOGIKA CINTA

oleh : Belek-berry

cinta adalah nestapa katamu...
bagiku cinta laksana sebutir gula
yang tak hanya manis di awal
namun ia akan slalu manis hingga akhir.

konon katanya; sebelum Tuhan menciptakan adam&hawa
DIA lebih dulu menciptakan rasa berbentuk cinta...
hingga pada waktunya terbentuklah segala wujud yg ada di dunia.
apakah sang mushawwir mau mencipta tanpa adanya rasa cinta ?

aku rasa tidak, kamu... ??
rasailah cinta itu bersama makna juga hikmah
dengan begitu kamu akan pahami wujud orang lain
sambil tersenyum manis di depan cermin. 

Kamis, 06 Oktober 2016

Kisah satu tahun Lalu

Matahari pagi menerobos lembut melalui celah jendela kamarku. Hangat sinarnya menerpa wajahku, perlahan membuatku tersadar, kemudian tepat saat kedua mataku menangkap samar cahaya mentari yang memenuhi langit kamar, di detik itu jugalah kumerasakan getaran di dada, seperti sesuatu yang tak pernah kurasakan sebelumnya. Jantungku seolah memompa lebih kencang, membuat tubuhku terbakar api semangat yang membara.

Pukul 08:00, lantai 8 menara IQRA’ Universitas Muhammadiyah Makassar-masih dengan posisinya sebagai  salah satu gedung  yang berdiri gagah, tegap menjulang tinggi, pembukaan DDJM X (Diklat Dasar Jurnalistik Mahasiswa ke-10)  resmi dibuka oleh rektor universitas muhammadiyah Makassar.  Suasana hariku kini terasa berbeda, dimana semua rasa bercampur menjadi satu. Orang-orang hebat bekumpul saling menyapa di seklilingku, mereka lah yang beberapa jam kedepan akan menjadi rivalku. Sungguh awal dari sebuah permulaan yang takkan pernah kulupakan.

Pukul 17:00-rumah adat bone tepatnya di benteng sumba opu, salah satu tempat bersejarah peninggalan zaman Belanda yang menjadi objek wisata di Makassar. Para peserta terlihat sibuk bolak-balik mengangkat berbagai perlengkapan yang akan digunakan selama kegiatan beberapa hari ke depan. Satu jam pertama, para peserta masih bisa bernafas normal, istirahat  dan mengumpulkan energi sebanyak-banyaknya untuk tiga hari yang betul-betul melelahkan. Tepat setelah maghrib, materi pertama pun di mulai. Seluruh peserta terlihat bersemangat dan antusias,  duduk mendengarkan dengan takzim setiap kata yang keluar dari bibir pemateri. Satu materi setelah itu, tepatnya pukul 01:30 dinihari, para peserta kembali beristirahat sesuai instruksi kakak panitia. Hanya tiga jam untuk malam pertama, lalu dilanjutkan dengan bersimpuh menghadap-Nya.

Pagi pertama dengan mata panda, semangat berapi-api masih membara. Wajah-wajah antusias, dan senyum manis para peserta membuat hari ini tidak kalah dengan kemarin. Pukul 05:30, aku dan para peserta lainnya digiring keluar forum, tepatnya di depan rumah adat bone persis seperti kemarin. Kami semua berbaris rapi lalu senam pagi bersama dan dilanjutkan dengan berlari beberapa putaran mengitarI halaman benteng sumba opu.

Pukul 13:00. Waktu yang di tunggu-tunggu akhirnya tiba. Kami duduk berhadap-hadapan berbaris rapi menunggu kakak panitia membawa piring-piring berisi makanan yang datang bagai malaikat penolong bagi kami. Selepas agenda makan siang bersama, materi dilanjutkan seperti biasa dengan pemandangan yang tidak jauh berbeda dengan sebelumnya. Para peserta memperhatikan dengan seksama pemateri yang berkoar-koar, beberapa orang sibuk mencatat apa yang mereka tangkap dari materi yang dibawakan dan yang lainnya masih dengan ekspresi sama, wajah serius mendengarkan dengan takzim.

Setelah itu,  seluruh agenda kegiatan berjalan lancar sesuai rencana hingga tiba malam terakhir, tepatnya pada materi peliputan. Disitulah kami menemukan sekaligus merasakan hal yang berbeda yakni sesuatu yang tidak kami temukan di malam-malam sebelumnya. Kami diberi kesempatan untuk mempraktekkan apa yang telah kami dapatkan selama DDJM X berlangsung.

Dua mobil  angkutan umum yang telah disiapkan oleh kakak-kakak panitia  lansung meluncur kelapangan, tepatnya di kawasan anjungan pantai losari untuk melakukan peliputan. Kami dibagi menjadi empat kelompok reporter. Aku, Hamzar, Riska, Zakia, dan Ayu berada di kelompok tiga. Sebelum seluruh kelompok menyebar untuk mewawancarai para pengunjung, kami diberikan sedikit pengarahan oleh kakak-kakak panitia yang pada saat itu berjumlah enam orang.

Pukul 21:30 kami kembali di forum DDJM X dan langsung berlomba-lomba mempersiapkan segala perkakas untuk menuangkan apa yang kami dapat dari liputan tadi ke dalam sebuah mading. Tiap kelompok bekerja cepat dengan bantuan kakak pendamping yang membimbing kami menyelesaikan tugas kali ini.  Saat mading sudah rampung 60%, tiba-tiba salah seorang stering (senior) datang memecah tiap kesibukan “waktu sisa 15 menit lagi” ujarnya sontak membuat kami semakin mempercepat setiap gerakan, mengeluarkan segenap kemapuan sambil terus berpacu dengan waktu.

Suasana detik-detik terakhir terlihat semakin sibuk, tiap-tiap kelompok makin lincah dan agresif menggunting, menulis sekaligus mewarnai kertas. Sepuluh menit berlalu, kelompok 1, 2, dan 4 berhasil menyelesaikan pekerjaan mereka dengan senyuman juga tawa bahagia, namun tidak dengan kelompokku yang tersisa lima menit lagi untuk kami bekerja sekuat tenaga demi menyelesaikan mading tepat waktu. Yah, walau tak sesuai harapan, kami bersyukur bisa melakukanya dengan semangat dan percaya diri yang kuat, tentunya disertai kerjasama yang hebat hingga akhirnya mading kami selesai tepat ketika stering berteriak “STOP!! lalu para peserta angkat tangan, dan seketika segala gerakan terhenti, menyisahkan  senyap juga deru nafas yang beradu.

Pukul 00:00, kakak panitia menginstruksikan untuk segera beristirahat, agar keesokan harinya kami tidak kelelahan. Saat agenda pemotretan. sebelumnya aku sudah sadar, apa yang akan direncanakan para senior.
Entah pukul berapa saat kami telah tertidur pulas. sesuai rencana. Kemudian Tanpa kusadari tiba-tiba kedua senior telah menyergapku. Di sekelilingku terasa gelap, hanya terdengar suara-suara ramai tak jelas, lalu kemudian aku digiring turun tangga dengan kesadaran seadanya. Belakangan, aku juga baru sadar  bahwa ternyata sedari tadi sudah ada empat peserta lain menungguku di bawah sana.

Akhirnya, aku dan empat orang temanku dibawa menjauh dari rumah adat bone. Entah sekarang kami berada dimana karena aku sendiri  sama sekali tidak bisa mengamati sekeliling, yang kutahu aku hanya berjalan lurus dengan sedikit sempoyongan. Salah seorang senior menggertak kami. “HEI!! JALAN JONGKOK!! CEPAT!! JANGAN LEMBEK!!! ANAK PERS TIDAK ADA YANG LEMBEK!! Gertakannya  membuat kesadaranku meningkat sekitar 70%, lalu mataku mulai menatap sekitar lebih jelas dari sebelumnya. Belum selesai pandanganku menyapu kira-kanan sambil berjalan jongkok, salah seorang senior kembal imenggertak. “WOI!! TIARAP!! TIARAP!! TIARAP!! Dengan wajah bingung, sambil bertanya-yanya dalam hati, “tiarap? “Diatas kubangan lumpur? Tak sempat berpikir panjang, seorang peserta di depanku sudah melaksanakan perintah, tiarap dalam kubangan lumpur coklat yang cairannya agak kental membuat siapapun trasa enggan menyentuhnya apalagi membenamkan diri kedalamnya. Aku tak punya pilihan selain mengikuti perintah menyusul seperti peserta sebelumnya turut serta bertiarap di kubangan lumpur. Tak puas, para senior kembali menggertak “HEI!! KALIAN!! GULING-GULING!!. What?? Hei..guling-guling? Diatas kubungan lumpur??  Belum sempat  menimbang-nimbang salah seorang teman sudah lebih dulu berguling-guling diatas kubangan lumpur sesuai perintah. Jika di pandang dari jauh, kami seperti kawanan (maaf) babi yang  bermain-main dikubangan lumpur. Perjuangan kami tidak hanya sampai situ, karena beberapa menit berikutnya, kami kembali digiring-tentunya masih dengan berjalan jongkok, menaiki anak tangga kemudian berjalan lurus dan menurun. Kami tak peduli lagi dengan apa yang kami injak, batu kerikil, atau bahkan pecahan kaca sekalipun tak terasa lagi di suasana bergelora seperti ini.

Tibalah kelompokku di pos pertama, kami berbaris rapi menghadap  ke salah seorang senior. Kami menunduk sambil mendengarkan ocehan senior. Terus seperti itu sampai pada pos terakhir, pos yang di hiasi api unggun dengan kehangatan yang menyelimuti kami. Yaa, kami telah sampai pada puncak dari seluruh rangkaian kegiatan selama beberapa hari disini.

Di pos terakhir telah berkumpul semua senior sekaligus panitia yang di pimpin oleh ketua umum lembaga, untuk memberikan pencerahan dan membuat kami terharu dengan beberapa kata yang ia sampaikan. Sungguh, langit pun seakan turut serta meneteskan air mata bahagia atas apa yang baru saja kami lalui.

Hmm.. Begitu banyak hal baru yang kami dapatkan dari DDJM X kali ini. Meskipun harus dibayar mahal, tidak ada yang sia-sia untuk sebuah pengalaman yang begitu berkesan, pelajaran berharga, juga tentang kebersamaan dalam suka dan duka.

Rabu, 05 Oktober 2016

Serial Hidup & Mati Chapter 33


“Mau ke mana kita?” Kinan, bertanya dengan penuh kebingungan pada pamannya.

Mobil sedan hitam meluncur membelah kota yang sunyi di pagi buta. Godfather duduk di samping Kinan, dan memulai obrolan ringan mengenai hari-hari pertamanya di markas besar. Sedangkan sopir fokus memperhatikan jalan. Tak lama berselang, Kinan yang sedari tadi memperhatikan keluar lewat jendela, tak sengaja mendapati papan petunjuk arah yang menunjuk ke “Bandara Internasional”. Sekilas, Kinan mengerutkan dahinya. Sedikit heran. Kemudian tak terlalu jauh dari papan petunjuk jalan yang berwarna hijau tadi, mobil sedan hitam yang Kinan tumpangi, memasuki area bandara internasional. Kinan mulai menebak-nebak.

“Mungkin ada seseorang yang akan datang” Kinan menebak dalam hati.

Tak berselang lama, Kinan mulai menyadari, bahwa tebakannya salah. Ia sudah dapat memastikannya setelah mobil yang ia tumpangi memasuki area landasan terbang yang sangat luas. Kemudian mobil sedan hitam yang Kinan dan Godfather tumpangi itu berhenti di dalam Hangar yang di sana sudah terlihat beberapa orang yang sedang bercakap-cakap, berdiri mengitari meja di tengah mereka.

Di Hangar itu, telah terparkir gagah jet pribadi khusus pebisnis. Jet pribadi itu memiliki kabin yang besar. Kecepatan maksimalnya bisa mencapai 960 Km/h. Panjang jet itu sekitar 17 meter.

Beberapa menit setelah mobil berhenti, Kinan yang baru pertama kalinya melihat pesawat secara langsung, dibuat mematung di dalam mobil, dan masih terus memandangi pesawat pribadi itu. Namun, seketika Kinan kembali mencair saat suara seseorang yang ia kenali mengusik pendengarannya. Pandangannya pun beralih ke arah beberapa orang yang sedang bercakap-cakap sedari tadi. Kemudian Setelah ia menyadari bahwa suara itu adalah suara om beta, Kinan langsung keluar dari mobil, dan menuju ke arah mereka.

“Sepertinya obrolan mereka cukup panas. Bahkan om beta pun, belum menyadari kedatanganku”, Kinan bergumam dalam hati.

Setelah beberapa menit kemudian, obrolan mereka telah usai. Om Beta pun telah menyadari ledatangan , Kinan.  Tentunya Om Beta sangat terkejut setelah melihat Kinan yang ikut bersama Godfather.

“Apakah Godfather berniat untuk mengajak Kinan?? Tapi, Jepang?? Godfather berniat mengajaknya ke Jepang?? Apa yang orang tua(Godfather) itu pikirkan?? Apa dia mulai kurang waras??” Om Beta yang hampir tidak percaya dengan kedatangan Kinan, terus bertanya-tanya pada hatinya sendiri.
“Permisi, pak. Barang yang akan dibawa, telah tersusun rapi di atas pesawat. Pesawat itu sudah berada di jalur lepas landas.” Seseorang yang betanggung jawab di tempat itu, memberitahu Godfather, bahwa pesawat telah siap lepas landas.

“Baiklah. Mari kita berangkat.” Godfather, Tanpa basi-basi lagi, langsung melangkah menuju pesawat

Pesawat yang akan mereka tumpangi adalah pesawat kargo “C-5 Galaxy”. Pesawat kargo atau pesawat pembawa barang itu, dapat menampung barang 120 ton.

Kinan yang baru kali ini menatap jelas sebuah “Besi Terbang”, makin tercengang ketika ia melihat pesawat kargo yang berukuran raksasa itu telah bersiap untuk lepas landas.

Beberapa menit kemudian, Godfather, Om Beta, dan Kinan telah berada di udara, membelah awan lembut di pagi buta.

Kinan merasa dirinya seperti orang “Terkonyol”. Bahkan ia belum tahu, kemana tujuan mereka. Namun, hanya satu yang ia yakini, pesawat yang ia tumpangi itu akan menuju ke satu tempat yang belum pernah ia bayangkan sama sekali.

Kinan yang telah berada di dalam pesawat kargo itu, masih sibuk melihat-lihat. Sesekali ia menatap keluar jendela.

“Paman, ke mana tujuan kita? Lalu, mobil-mobil super(Super Car) itu, akan dikirim ??” Kinan yang sangat penasaran, mulai bertanya.

“Kau sabar saja. Kita akan berkeliling bumi”.
“Berkeliling, Bumi?’
“Maksudnya?”

“Yah, kita akan berkunjung ke setiap negara/Kota yang telah kami kuasai.”
“Kau tenang saja, nak Kinan. Yang akan kau lakukan ketika kita tiba di sana, hanyalah tersenyum ramah kepada setiap orang di sana. Siapapun itu. Aku akan mengenalkanmu kepada setiap pimpinan di setiap penjuru Bumi ini”
Kinan tak merespon, bahkan dengan mimik wajahnya sekalipun.
Kinan sangat menikmati perjalanan pertamanya ke luar negri, dan sekaligus perjalanan pertamanya dengan menumpangi pesawat. Bahkan pesawat yang berukuran jumbo.

Dalam perjalanannya, kinan lebih sering melihat keluar jendela. Menikmati pemandangan yang belum pernah ia sebelumnya. Hari itu adalah hari yang sangat berkesan baginya, dan itu takkan terlupakan.

Mungkin ia dapat menikmati pemandangan sangat tenang. Terlampau serius, Kinan hampir tak menyadari bahwa ada sebuah pesawat tempur yang terbang sejajar dengan pesawat yang Kinan tumpangi. Spontan, Khayalnya terpecah akibat pesawat tempur itu. Kemudian, Kinan mencoba melihat jendela bagian kanan, ternyata juga ada pesawat tempur yang terbang sejajar. Genaplah, Pesawat Kargo yang Kinan tumpangi, diapit oleh dua pesawat tempur yang siap kapan saja untuk menembak. Sedangkan Godfather yang telah terbiasa dengan situasi seperti itu terlihat tenang-tenang saja. Ia memberikan kepercayaan kepada Om beta sebagai pilot, dan satu temannya sebagai Ko-pilot.

Kedua jet tempur itu belum juga minggat dari mengapit pesawat kargo yang Kinan tumpangi. Dalam ketinggan 35.000 kaki dari permukaan laut, apapun bisa terjadi. Om Beta sebagai pilot andalan Godfather, mencoba untuk menghubungi kedua jet tempur yang mengapitnya. Tapi itu sia-sia saja. Kedua jet tempur itu tidak memberikan sedikit respon.

Siapapun yang sedang berada di ruang kendali, akan meresakan ketakutan yang sama. Wajah pucat, bibir kering, jantung Berpacu dengan kecepatan maksimal, dan “kebelet pipis”

Lima menit sudah berlalu tanpa kepastian. Om Beta dan anggotanya hanya dapat berpasrah diri. Ia tahu “Tuhan Tahu Yang Terbaik Untuk Hambanya”

5 menit selanjutnya , ruangan kendali kembali “Dingin”, setelah beberapa Menit yang lalu sempat tegang. Kedua jet tempur itu pun telah kembali ke markasnya, setalah memberitahukan bahwa, Pesawat Kargo yang Kinan tumpangi sedang terbang diatas laut armada kapal perang.


To be countinue
#ODOP3










Selasa, 04 Oktober 2016

Perempuan Senja Yang Hilang Dalam Gelap

Oleh : Makhluk Abstrak

PEREMPUAN SENJA YANG HILANG DALAM  GELAP

Udara senja yang begitu khas berhembus menerpa wajah. Rambut panjangnya tergerai anggun. Tapi sungguh, apa yang dipandangi laki-laki itu bukanlah rambut. Ia telah keliru. itu adalah kain, kain yang menutupi rambut dan tubuhnya tergerai indah nan anggun diterpa hembusan angin  senja sore itu.
Entah apa yang dilakukan perempuan berkerudung itu, atau mungkin ia menunggu senja tenggelam? Tapi bukankah ia seorang perempuan, seharusnya ia tahu apa yang harus dilakukan oleh seorang perempuan jika gelap tiba. Atau mungkin saja ia menunggu seseorang? Tapi siapa? Siapa yang ia tunggu? Laki-laki itu semakin bingung. Siapa pulalah yang ia tunggu di pantai sepi ini?

laki-laki itu tak peduli siapa yang perempuan itu tunggu atau apa yang ia lakukan, laki-laki itu akan mengunggunya. Kemudian mengikuti kemana ia pergi ketika ia telah bosan menunggu.

Langit semakin jingga ke hitam-hitaman, setengah bola matahari senja sudah separuhnya tenggelam di ujung batas pandang. Perempuan itu mulai beranjak, entah akan ke mana ia pergi, yang pasti laki-laki itu akan mengikutinya.

Hari semakin gelap, kini giliran sang rembulan bersinar menggatung di angkasa. Sudah cukup jauh perempuan itu berjalan di bawah anggunnya sinar rembulan. Laki-laki itu semakin bertanya-tanya kebingungan, kemana tujuannya? Namun, hanya beberapa saat, ia kembali mengabaikan kebingungannya, dan tetap di belakang perempuan itu hingga sampai ke tempat tujuannya.

Perempuan itu terus berjalan. Namun, langkah kakinya semakin melambat. Apa mungkin ia lelah? Lelah berjalan membelah kegelapan, atau mungkin saja ia tahu bahwa ada seorang laki-laki mengikutinya?
Perempuan itu seakan sedang menuntun dan menunjukkan arah kepada laki-laki itu.

Perempuan itu terus berjalan, meskipun ia tahu bahwa ia lelah. Ia tak ingin terlihat lemah di hadapan laki-laki yang mengikutinya.

Entah mengapa semakin lama mereka berjalan, perempuan itu semakin jauh meninggalkan laki-laki itu, perempuan itu seakan mulai hilang dalam kegelapan malam. Namun  laki-laki itu takkan berhenti meskipun perempuan yang ia ikuti telah hilang dari pandangannya, ia tetap berjalan, mencoba mencari jejaknya.

Mentari kembali menepati janjinya, menyinari setiap jiwa yang rapuh dan kembali membangunkan semangat baru di hari yang baru.

Laki–laki yang semalam mengikuti seorang perempuan yang berjalan di bawah sinar rembulan, kini, pagi hari ini, ia sungguh bertanya-tanya pada dirinya sendiri, “siapakah dia?” dia yang membuatnya penasaran, dia yang membuat si laki-laki itu termenung memikirkannya.

“Apakah perempuan yang menghilang di dalam kegelapan malam itu benar-benar ada? Di manakah kini ia berada?” laki-laki itu sungguh dibuat gila oleh pertanyaan tentang seorang perempuan senja yang hilang dari pandangannya di bawah anggunnya sinar rembulan.

Waktu berlalu begitu cepat. Kebingungannya tak kunjung beranjak, Pertanyaan itu masih berterbangan dalam benaknya. Apakah perempuan  itu hanyalah khayalnya saja atau memang benar-benar ada.

  Kemudian si laki-laki itu mencoba berkunjung ke tempat di mana ia melihat perempuan yang ia lihat sebelumya.

Tepat sekali dugaanya, perempuan yang membuatnya penasaran ada di tempat yang sama saat laki-laki itu melihatnya pertama kali. Waktunya pun sama, saat senja mulai pamit. Namun, kali ini permpuan berkerudung itu sedang bersama seorang laki-laki.
Laki-laki itu bertambah bingung ketika melihat laki-laki yang bersama dengan perempuan berkerudung itu begitu mirip dengannya. Bahkan ia meresa bahwa, laki-laki yang bersama perempuan anggun itu adalah dirinya, dirinya yang kini tengah memandangi dirinya bersama seorang perempuan berkerudung.
Entah apa yang terjadi, tiba-tiba ombak menggulung begitu tinggi, bahkan lebih tinggi dari gedung tertinggi. Ombak itu semakin dekat, seakan siap menerkam dan menghancurkan apa saja yang dilewati.

Semuanya terhempas. Perempuan itu dan laki-laki yang bersamanya, juga laki-laki yang melihat dirinya bersama perempuan itu pun hilang entah kemana setelah di terjang ombak.

Laki-laki itu berteriak, seakan seperti seorang yang ketakutan. Lengkaplah kebingungannya, bagaimana bisa ia berada di kamarnya setelah sore itu. Namun, ketika hangatnya sinar mentari membasuh wajah laki-laki itu, seketika kebingungannya pergi terusir. Hanya meninggalkan rasa penasaran. Baginya, itu adalah mimpi yang indah. Berharap semoga perempuan yang ia lihat itu menjadi nyata.